Turunminum.id – Pertandingan tinju wanita antara petinju Aljazair, Imane Khelif, dan petinju Italia, Angela Carini, memicu kontroversi dalam ajang Olimpiade Paris 2024.
Khelif, yang berusia 25 tahun, lolos ke perempat final tinju kategori wanita kelas 66 kilogram pada Kamis (01/08) setelah Carini (25 tahun) memilih meninggalkan ring.
Pertarungan tersebut berlangsung hanya 46 detik, di mana Carini mengalami cedera wajah saat laga berjalan 30 detik.
Penerimaan Pukulan
Setelah menerima pukulan tersebut, Carini meminta pelatihnya untuk membetulkan pelindung kepala.
Meskipun sempat melanjutkan pertandingan, Carini akhirnya memutuskan untuk mundur, menghentikan pertarungan.
Khelif dan petinju Taiwan, Lin Yu-ting, menjadi sorotan dalam cabang tinju wanita di Paris. Ini bukan penampilan pertama mereka di Olimpiade; keduanya sebelumnya berkompetisi di Olimpiade Tokyo 2020.
Namun, kontroversi terkait jenis kelamin mereka kembali mencuat saat partisipasi mereka di Olimpiade Paris.
Juru bicara Komite Olimpiade Internasional (IOC), Mark Adams, menanggapi rumor yang berkembang terkait isu tersebut.
“Ini bukan masalah transgender. Saya tahu beberapa laporan salah tentang ini. Penting untuk menjelaskan bahwa ini bukan masalah transgender,” jelas Adams.
Permulaan dari Kontroversi
Kontroversi ini bermula dari diskualifikasi Khelif dan Lin dalam Kejuaraan Dunia Wanita di India tahun lalu.
Asosiasi Tinju Internasional (IBA), yang tidak diakui oleh IOC sejak 2019, mendiskualifikasi mereka setelah melakukan serangkaian tes yang menunjukkan mereka “tidak memenuhi kriteria kelayakan.”
Meskipun IBA tidak mengungkapkan hasil tes secara terbuka, IOC mengindikasikan bahwa hal tersebut terkait dengan “kadar testosteron yang tinggi.”
Ketua IBA, Umar Kremlev, menyatakan bahwa Khelif dan Lin memiliki kromosom XY, bukan XX, yang biasa ditemukan pada perempuan.
Setelah pertarungan Khelif melawan Carini, IBA mengeluarkan pernyataan bahwa petinju wanita “tidak menjalani tes testosteron, melainkan tes independen yang rinciannya dirahasiakan.”
Menurut IBA, tes tersebut menunjukkan bahwa kedua atlet tersebut memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan petinju lainnya.
Kompetisi Olimpiade Tokyo
Khelif sebelumnya telah berkompetisi di Olimpiade Tokyo namun tersingkir pada babak pertama.
Kontroversi ini semakin meruncing ketika pada Senin (29/07), IOC menyatakan bahwa semua atlet yang berpartisipasi dalam turnamen tinju di Olimpiade Paris 2024.
Telah mematuhi aturan kelayakan dan pendaftaran serta semua peraturan medis yang berlaku.
Perbedaan pandangan antara IBA dan IOC ini berdampak pada Khelif, yang menghadapi tuduhan tidak sah bertanding sebagai wanita.
Di Aljazair, yang merupakan negara dengan hukum yang ketat terhadap komunitas LGBTIQ+, mengubah identitas seseorang atau homoseksualitas tidak diizinkan dan dihukum secara sosial maupun hukum. Ini menimbulkan spekulasi mengenai status Khelif di mata publik dan pemerintah.
Rasakan Sakit Yang Luar Biasa
Dalam pertandingan tersebut, Carini mengatakan, “Saya merasakan sakit yang luar biasa di hidung saya.”
“Saya berharap bangsa saya dan ayah saya tidak akan menganggapnya buruk, tetapi saya memutuskan untuk berhenti.”
Dirinya menambahkan bahwa meskipun tidak takut bertanding, rasa sakit yang dirasakannya tidak memungkinkan untuk melanjutkan pertandingan.
Carini, yang menangis di ring, menekankan bahwa keputusan itu diambil demi keselamatannya sendiri.
Perdana Menteri Italia, Giorgia Meloni, menyatakan bahwa penting untuk bersaing secara adil, dan menurutnya, pertandingan tersebut tidak seimbang.
Meski begitu, Carini berharap Khelif dapat terus berjuang sampai akhir dan meraih kebahagiaan.