Turunminum.id – Sejarah berdiri Stadion Manahan Solo, salah satu yang diusulkan menjadi venue Piala Dunia U-17 2023. Selain punya kemegahan, markas Persis Solo ini juga memiliki sejarah menarik untuk dibahas. Penasaran? Langsung saja simak berikut ini.
Sejarah Berdirinya Stadion Manahan Solo
Stadion Manahan Solo ini merupakan salah satu stadion yang berada di kota Surakarta, Jawa Tengah. Stadion ini persembahan dari yayasan Ibu Tien Soeharto. Pembangunannya dimulai pada tahun 1989.
Stadion ini selesai dibangun setelah memakan waktu sembilan tahun. Tepat pada hari Sabtu 21 Februari 1998, stadion Manahan akhirnya diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia, Soeharto.
Pemberian nama stadion ini juga memiliki cerita dua versi. Yang pertama, stadion ini diberi Manahan karena dulunya disebut sebagai tempat belajar memanah. Versi kedua, pemberian nama Manahan tidak terlepas dengan sosok tokoh legendaris Mataram Islam, Ki Ageng Pemanahan.
Konon, Ki Ageng Pemanahan sempat bercokol lama di kawasan Manahan dan mendirikan semacam pondok atau padepokan, yang kemudian menjadi cikal bakal nama kawasan Depok.
Ia adalah putra dari Ki Ageng Henis dan cucu Ki Ageng Sela. Pada tahun 1556, Ki Ageng Pemanahan mendapatkan hadiah tanah bekas Mataram kuno yang runtuh pada 929 Masehi. Tanah itu hadiah dari Sultan Hadiwijaya setelah Ki Ageng Pemanahan berhasil mengalahkan Arya Penangsang.
Tanah bekas Mataram kuno yang berupa hutan lebat kemudian dibuka oleh Ki Ageng Pemanahan menjadi Desa Mataram. Ki Ageng Pemanahan pun menjadi kepala desa dengan gelar Ki Gede Mataram.
Baca juga: Sejarah Berdiri Stadion JIS, Karya Kolosal 4 Gubernur DKI yang Jadi Sorotan FIFA
Setelah Ki Ageng Pemanahan wafat pada 1584, putranya yang bernama Raden Sutawijaya menggantikan posisinya hingga kemudian menjadi Sultan Mataram I dengan gelar Panembahan Senopati.
Sementara versi lain, kawasan yang sekarang menjadi Stadion Manahan Solo dulunya merupakan tempat latihan memanah di era Mangkunagoro V.
Saat itu, kerabat Mangkunegaran dikenal gemar berburu binatang di Alas Kethu Wonogiri. Kendati tujuan berburu itu untuk hiburan sembari olahraga.
Dalam perjalanan sejarah, tempat latihan memanah yang kemudian menjadi Stadion Manahan Solo itu kemudian berubah menjadi lapangan balap atau pacuan itu.
Hal itu karena area pacuan kuda milik Mangkunegaran sebelumnya dipakai untuk membangun Stasiun Solo Balapan sekitar tahun 1870.
Petinggi Mangkunegaran bergegas memerintahkan pembangunan lapangan Manahan seluas mungkin untuk olahraga pacuan kuda lengkap dengan tribune. Pembangunan lapangan ini melibatkan arsitek terkemuka Thomas Karsten.
Di tangan arsitek tersebut, Lapangan Manahan tidak hanya didesain menjadi sarana olahraga namun juga menjadi paru-paru kota dengan banyaknya pohon cemara yang ditanam. Juga menjadi daerah resapan air mengingat Solo kerap dilanda banjir.
Kemudian pada tahun 1989, sejarah mencatat Yayasan Ibu Tien Soeharto mulai membangun Stadion Manahan Solo. Butuh waktu sembilan tahun untuk membangun stadion tersebut hingga diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 21 Februari 1998.